Akhirnya Sang Gembala mulai bercerita;
"Ada seorang gadis yang menarik perhatianku! saat pertama melihatnya aku merasa seakan mengenalnya. Gadis itu berasal dari tempat yang jauh, entahlah! mungkin ia berasal dari surga." sesaat kemudian Sang Gembala mendongakkan kepalanya sedikit keatas seakan sedang membayangkan sesuatu.
"Ceritakanlah lebih banyak tentangnya sahabat!" pintaku kembali.
"Ia gadis pendiam, saat aku berpapasan dengannya di jalan, ia hanya tertunduk kemudian tersenyum malu, senyumannya itu seakan menyampaikan bahasa yang tidak mampu kuterjemahkan.
Yah tidak dapat kuterjemahkan, tapi hatiku selalu bisa menangkap bahasa itu dan membuat detakannya semakin kencang.
Matanya begitu indah, seakan ia adalah langit yang memiliki dua purnama yang meneduhkan hati siapapun yang memandangnya.
Rambutnya yang indah berjuntai memanjang, selalu membuat tanganku terasa gatal untuk menyisirnya, oh betapa irinya diriku dengan jepitan rambutnya" Sang Gembala mulai menghayal lagi, ia bercerita seakan-akan gadis itu ada di depan matanya.
"apa yang kau rasakan saat memandangnya" tanyaku lagi, penasaran.
"Entahlah sahabat apa yang kurasakan, tapi yang pasti aku merasa ingin memeluknya, mendekapnya erat, dan aku ingin mendengarkan suaranya yang merdu seperti nyanyian surgawi "
"Apa kau sudah menyatakan cintamu padanya?"
"Aku selalu berencana bicara padanya, tapi bagaimana mungkin? jika aku hanya bertemu dengannya di jalan. Ia adalah bidadari pingitan yang hanya mengintip dunia lewat jendela. Oh sahabat, kau telah membangkitkan kerinduan yang selama ini kupendam, bagaimana mungkin lelap tidurku tanpa berfikir tentangnya?"
" Oh sahabat, ternyata cintamu demikian indah" kataku memuji.
" entahlah sahabat! cinta ini membuatku gelisah, kerinduan ini membuatku tak tenang. Oh apakah hatinya mendengar setiap jeritan jiwaku saat aku memandangnya?. Oh mungkinkah perasaan ini terbalas dengan perasaan yang sama, jika ia tidak membalas cintaku, akan kutinggalkan tubuhku menangis di atas pusara cintaku sampai ia sendiri datang dan menghidupkannya. Dan jika ia tak datang, akan kugali pusara baru untuk tubuhku yang takkan mampu bernafas tanpa cintanya"
Aku menjadi begitu kagum sekaligus iri kepada Sang Gembala, ternyata cintanya begitu indah. Betapa kata-katanya yang mengatakan "ingin memeluk, mendekap, dan mendengar suara kekasihnya" seakan menyadarkanku, bahwa aku hanya bisa memandangi kekasihku Sang Awan, aku tak bisa memeluknya, tak akan pernah mampu mendekapnya, dan bagaimana mungkin aku bisa mendengarkan suaranya.
Oh, kenyataan ini membuat seluruh daunku layu terkulai lemas.
Oh, betapa perihnya cintaku ini.
Akankah ada hati yang mendengar dan merasakan cintaku yang pilu ini?
Kembali kutersadar dari lamunanku sendiri, dan kumulai berbincang lagi dengan Sang Gembala;
"betapa beruntungnya kau sahabat! tak ada halangan yang berarti dalam perjalanan cintamu, kukira kau hanya butuh mengarahkan panah cintamu dan pastilah Gadis Pendiam tersebut akan merelekan hatinya tertembus oleh panah cintamu"
Kini roman wajah Sang Gembala kelihatan berubah, seakan menampakkan rasa bersalah, dan ia mulai berbicara lagi;
"sebenarnya tidak semudah yang kau kira sahabat! Ada beberapa gadis cantik lain yang mencintaiku tapi aku tak mencintainya. Ketakpedulianku selalu saja ia balas dengan perhatian tulus. Ia selalu hadir saat kubutuhkan, ia bahkan terasa lebih nyata di banding gadis yang kucintai tersebut, tetapi aku tak pernah merasakan resonansi yang sama terhadap Gadis Pendiam terhadapnya. Tapi bagaimana bila ia patah hati? tentulah diriku ini yang menjadi tersangka utama, padahal aku tak melakukan apapun, selain menganggapnya sebagai adik saja. Dan tak mungkin pula aku menyalahkannya, untuk perasaan yang ia sendiri tak pernah memintanya. Aku sungguh tak mengerti bagaimana mungkin Malaikat Cinta, dengan cerobohnya menanamkan benih cinta pada tiap hati manusia tanpa ia bertanya terlebih dahulu -_-?
"iya sahabat, Malaikat Cinta memang bertindak semaunya. Entah alasan apa yang membuatnya menanamkan benih cinta di hatiku kepada Sang Awan. Semua menjadi sulit kumengerti"
Aku pun terus mendengar cerita dan bercoloteh tentang keluhan-keluhanku kepada Sang Gembala. Sebelum ia pergi tak lupa pula kuberitahu ia kabar bahwa Pecinta Sejati akan melewati tempat ini. Semoga saja Sang Pangeran tersebut dapat memberi solusi atas permasalahan cinta kami berdua, dan menjelaskan kepada kami apa cinta sejati itu sesungguhnya.
MATAHARI pun mulai bersembunyi seakan ia begitu takut akan pekatnya malam, kini singgasananya ditempati oleh
"Ada seorang gadis yang menarik perhatianku! saat pertama melihatnya aku merasa seakan mengenalnya. Gadis itu berasal dari tempat yang jauh, entahlah! mungkin ia berasal dari surga." sesaat kemudian Sang Gembala mendongakkan kepalanya sedikit keatas seakan sedang membayangkan sesuatu.
"Ceritakanlah lebih banyak tentangnya sahabat!" pintaku kembali.
"Ia gadis pendiam, saat aku berpapasan dengannya di jalan, ia hanya tertunduk kemudian tersenyum malu, senyumannya itu seakan menyampaikan bahasa yang tidak mampu kuterjemahkan.
Yah tidak dapat kuterjemahkan, tapi hatiku selalu bisa menangkap bahasa itu dan membuat detakannya semakin kencang.
Matanya begitu indah, seakan ia adalah langit yang memiliki dua purnama yang meneduhkan hati siapapun yang memandangnya.
Rambutnya yang indah berjuntai memanjang, selalu membuat tanganku terasa gatal untuk menyisirnya, oh betapa irinya diriku dengan jepitan rambutnya" Sang Gembala mulai menghayal lagi, ia bercerita seakan-akan gadis itu ada di depan matanya.
"apa yang kau rasakan saat memandangnya" tanyaku lagi, penasaran.
"Entahlah sahabat apa yang kurasakan, tapi yang pasti aku merasa ingin memeluknya, mendekapnya erat, dan aku ingin mendengarkan suaranya yang merdu seperti nyanyian surgawi "
"Apa kau sudah menyatakan cintamu padanya?"
"Aku selalu berencana bicara padanya, tapi bagaimana mungkin? jika aku hanya bertemu dengannya di jalan. Ia adalah bidadari pingitan yang hanya mengintip dunia lewat jendela. Oh sahabat, kau telah membangkitkan kerinduan yang selama ini kupendam, bagaimana mungkin lelap tidurku tanpa berfikir tentangnya?"
" Oh sahabat, ternyata cintamu demikian indah" kataku memuji.
" entahlah sahabat! cinta ini membuatku gelisah, kerinduan ini membuatku tak tenang. Oh apakah hatinya mendengar setiap jeritan jiwaku saat aku memandangnya?. Oh mungkinkah perasaan ini terbalas dengan perasaan yang sama, jika ia tidak membalas cintaku, akan kutinggalkan tubuhku menangis di atas pusara cintaku sampai ia sendiri datang dan menghidupkannya. Dan jika ia tak datang, akan kugali pusara baru untuk tubuhku yang takkan mampu bernafas tanpa cintanya"
Aku menjadi begitu kagum sekaligus iri kepada Sang Gembala, ternyata cintanya begitu indah. Betapa kata-katanya yang mengatakan "ingin memeluk, mendekap, dan mendengar suara kekasihnya" seakan menyadarkanku, bahwa aku hanya bisa memandangi kekasihku Sang Awan, aku tak bisa memeluknya, tak akan pernah mampu mendekapnya, dan bagaimana mungkin aku bisa mendengarkan suaranya.
Oh, kenyataan ini membuat seluruh daunku layu terkulai lemas.
Oh, betapa perihnya cintaku ini.
Akankah ada hati yang mendengar dan merasakan cintaku yang pilu ini?
Kembali kutersadar dari lamunanku sendiri, dan kumulai berbincang lagi dengan Sang Gembala;
"betapa beruntungnya kau sahabat! tak ada halangan yang berarti dalam perjalanan cintamu, kukira kau hanya butuh mengarahkan panah cintamu dan pastilah Gadis Pendiam tersebut akan merelekan hatinya tertembus oleh panah cintamu"
Kini roman wajah Sang Gembala kelihatan berubah, seakan menampakkan rasa bersalah, dan ia mulai berbicara lagi;
"sebenarnya tidak semudah yang kau kira sahabat! Ada beberapa gadis cantik lain yang mencintaiku tapi aku tak mencintainya. Ketakpedulianku selalu saja ia balas dengan perhatian tulus. Ia selalu hadir saat kubutuhkan, ia bahkan terasa lebih nyata di banding gadis yang kucintai tersebut, tetapi aku tak pernah merasakan resonansi yang sama terhadap Gadis Pendiam terhadapnya. Tapi bagaimana bila ia patah hati? tentulah diriku ini yang menjadi tersangka utama, padahal aku tak melakukan apapun, selain menganggapnya sebagai adik saja. Dan tak mungkin pula aku menyalahkannya, untuk perasaan yang ia sendiri tak pernah memintanya. Aku sungguh tak mengerti bagaimana mungkin Malaikat Cinta, dengan cerobohnya menanamkan benih cinta pada tiap hati manusia tanpa ia bertanya terlebih dahulu -_-?
"iya sahabat, Malaikat Cinta memang bertindak semaunya. Entah alasan apa yang membuatnya menanamkan benih cinta di hatiku kepada Sang Awan. Semua menjadi sulit kumengerti"
Aku pun terus mendengar cerita dan bercoloteh tentang keluhan-keluhanku kepada Sang Gembala. Sebelum ia pergi tak lupa pula kuberitahu ia kabar bahwa Pecinta Sejati akan melewati tempat ini. Semoga saja Sang Pangeran tersebut dapat memberi solusi atas permasalahan cinta kami berdua, dan menjelaskan kepada kami apa cinta sejati itu sesungguhnya.
MATAHARI pun mulai bersembunyi seakan ia begitu takut akan pekatnya malam, kini singgasananya ditempati oleh