Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Anak-Anak Di Bawah Umur Menjalani Profesi Sebagai Pengamen Lampu Merah Di Kota Serang
Faktor-Faktor
Yang Melatarbelakangi Anak Di Bawah Umur
Menjalani
Profesi Pengamen Lampu Merah di Kota Serang
Ega
Jalaludin
STIE
BINA BANGSA
Abstrak
Pemerintah Kota Serang, dalam Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 2010, Tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan
Penyakit Masyarakat memasukan anak jalanan kedalam klasifikasi penyakit
masyarakat (Pasal 3), yaitu pada ayat (2) Penyakit masyarakat sebagaimana
dimaksud, meliputi, poin (e) anak jalanan. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Kota Serang memiliki keseriusan dalam menangani anak jalanan, agar kembali
pulih dan terpenuhi hak-hak dasarnya. Namun, ironisnya, masih terdapat anak-anak dibawah umur yang menjalani
profesi sebagai pengamen di beberapa titik lampu merah di Kota Serang.
Penelitian ini dimaksudkan untuk
mencari tahu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak-anak di bawah umur memilih
menjalani profesi sebagai pengamen lampu merah.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak-anak dibawah
umur yang berprofesi
pengamen lampu merah di Kota Serang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental
sampling, dimana peneliti memilih pengamen
lampu merah yang masih di bawah umur yang dapat ditemui
dan bersedia dimintai
keterangan di lokasi dan waktu yang berbeda selama 5 bulan dengan intensitas
dan pembagian tugas satu minggu satu kali pada hari kerja dan satu hari pada
saat libur nasional.
Hasil penelitian, ditemukan
sebanyak 72 % pengamen anak adalah siswa sekolah dasar, sisanya sebesar 28%
tidak sekolah. Sebanyak 90 % anak memiliki orang tua lengkap (ibu & bapak),
dan hanya 10% yang berstatus anak yatim (tanpa bapak). Sebanyak 90 % orang tua dari
responden mengetahui dan mengizinkan anaknya untuk mengamen di Lampu Merah dan
10% yang kadang memerikan izin dan tidak. Sebagian besar pelaku tinggal di
Pusat Kota Serang dan dekat dengan alun-alun kota. Dalam melakukan kegiatannya 54%
anak mengemukakan alasannya karena untuk menambah uang jajan, 27,27% anak berasalan
untuk membantu orang tua, dan sisanya 9,09% beralasan karena diajak teman.
Sebesar 72,72 % mengaku merasa tidak merasa dimanfaatkan atau disuruh sekelompok
orang, mereka melakukannya dengan sukarela dan kehendak sendiri. Perilaku ini dirasa murni karena tingkat ekonomi
keluarga dan keberlangsungan mereka dikarenakan pembiaran yang dilakukan
pemerintah daerah dan lingkungan.
Meski tidak separah
Jakarta (anak-anak menjadi komoditas) yang sudah terorganisir untuk mendapatkan
keuntungan, akan tetapi hal ini dapat memiliki konsekuensi buruk, dimana si
anak tidak terlindungi dari ancaman perbuatan hukum pihak terteu yang merugikan
yang datang dari luar, diantaranya penculikan, penjualan manusia, intimidasi
dan pelecehan.
Keyword :
pengamen anak, lampu merah, kota serang
PENDAHULUAN
Sebagai salah satu kota
termuda di Banten, Kota Serang terus berbenah menjadi kota berkembang. Sepanjang 2010
hingga 2016, perekonomian di kota ini terus meningkat. Pembangunan gedung-gedung
pemerintah dan swasta terus bermunculan. Aktivitas ekonomi warga juga semakin
beragam. Investor lokal, nasional dan internasional sudah mulai mempercayakan
investasinya di kota ini, mulai dari Grup Matahari dengan Mall of Serang (MOS)
nya, lalu investor ritel dari Korea, Lotte Mart, supermarket Giant, hingga yang
terbaru restoran asal Amerika, Mc Donald membuka gerainya di kota ini.
Menurut data BPS Kota Serang, Kota
Serang memiliki bidang penggerak ekonomi di sektor jasa pemerintahan, sektor perdagangan,
hotel dan restoran dan sektor sekunder seperti gedung-gedung baik pemerintah
maupun swasta. Sektor-sektor yang ada ini mampu meningkatkan angka laju
pertumbuhan ekonomi terus tumbuh, hingga mencapai 7,87 persen. Namun di sisi lain pertumbuhan
yang positif ini belum diimbangi oleh pembangunan sarana publik yang baik, perbaikan dan pelebaran
jalan dalam kota yang masih sempit, berjalan lambat, baru beberapa perempatan
yang telah dilebarkan oleh pemerintah daerah. Sementara badan jalan yang menjadi
interkoneksi antar kawasan masih sempit. Hasilnya, macet di sejumlah titik. Pembangunan
pedestarian atau trotoar jalan juga berjalan lambat, hanya beberapa titik jalan
yang memiliki trotoar. Sebagian besar jalan, masih belum dilengkapi sarana bagi
pejalan kaki. Kalaupun ada, sudah beralih-fungsi menjadi
lapak pedagang kaki lima.
Tantangan lainnya, selain
pembangunan di sektor infrastruktur dan suprastruktur, belum terlihat
keseriusan pemerintah daerah dalam upaya pembangunan sektor sosial. Salah
satunya ditandai dengan masih banyaknya pengamen-pengamen di titik-titik lampu
merah sepanjang jalur kota, anak jalanan dan gelandangan (punk) yang makin hari
makin bertambah, dan hampir setiap 500 meter ditemukan warga tunawisma di sepanjang jalan
kota. Sehingga
dalam upayanya, alih-alih meningkatkan kesejahteraan, kesenjangan dan ketidakadilan sosial
yang terlihat.
Penduduk Kota
Serang berjumlah 611.897 orang terdiri dari 314.049 laki-laki dan 297.848
perempuan. Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,6% setiap
tahunnya.
Menurut data
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Dampak yang dapat dilihat dari gerak
ekonomi Kota Serang adalah dengan melihat IPM. Pada tahun 2013 IPM Kota Serang
mencapai 73,12, dibentuk oleh indeks angka harapan hidup sebesar 69,42 tahun, angka
melek huruf sebesar 96,92 %, dan usia rata-rata lama sekolah 8,58 tahun. Berikut IPM dalam Tabel;
Tabel 1.1
Indeks Pembangunan Manusia Kota Serang
Komponen IPM
|
2011
|
2012
|
2013
|
Indeks Angka Harapan Hidup
|
67,5
|
68,02
|
69,42
|
Indeks Pengetahuan/Pendidikan
|
82,4
|
83,68
|
83,98
|
Indeks Tingkat Daya Beli
|
64,5
|
65,21
|
65,97
|
IPM
|
71,45
|
72,30
|
73,12
|
Sebagai sebuah kota yang menjadi
salah satu primadona baru di Provinsi Banten, Kota Serang memiliki laju
pertumbuhan penduduk pada urutan ke-4 setelah Kota Tangerang Selatan,
Tangerang, dan Kota Tangerang. Laju Pertumbuhan penduduk merupakan faktor
utama yang mendorong pertumbuhan permukiman, sedang kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan kemampuan pengelola kota akan menentukan kualitas pemukiman yang
terwujud. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan dan pengelolaan sebuah kawasan
mengakibatkan tumbuhnya pemukiman kumuh.
Komisi Pelindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Banten
mengakui bahwa saat ini tingkat kekerasan terhadap anak di Banten terus
meningkat. Ini merupakan gambaran sederhana bahwa hal tersebut juga terjadi di
Kota Serang. Pentingnya Kebijakan Kota Layak Anak sebagai bagian dari
keseriusan pemerintah daerah Kota Serang dalam
menjaga terpenuhinya hak-hak anak.
Di sisi lain, berdasarkan sumber Dinas Sosial Kota Serang, Anak
Jalanan merupakan salah satu jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) dan cenderung masuk ke lingkaran garis kemiskinan yang memerlukan
penanganan cukup serius, mengingat dari tahun ketahun jumlahnya semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya angka kemiskinan.
Berdasarkan pendataan yang
dilakukan oleh BPS Kota Serang, pada Tahun 2011 – 2013 trennya terlihat
meningkat namun belum terlihat secara kongkrit tindakan dari pemerintah Kota
Serang. Berikut disajikan
Tabel Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Kota Serang Tahun 2011 - 2013:
Tabel 1.2
Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan
Kota Serang
Tahun
|
Penduduk Miskin
|
Persentase Penduduk Miskin
|
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)
|
2011
|
37,44
|
6,25
|
213.617
|
2012
|
35,00
|
5,69
|
231,02
|
2013
|
36,70
|
5,92
|
236,036
|
Kecendrungan bertambahnya anak jalanan, berbanding lurus dengan kemajuan Kota Serang yang
merupakan Ibu Kota Provinsi Banten, dimana perkembangan pada aspek
infrastruktur, perdagangan dan jasa kemudian seolah menstimulasi
meningkatnya jumlah anak jalanan.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Serang adalah dengan menyediakan Rumah Singgah, yang baru sekedar menjadi
tempat tinggal sementara anak jalanan sebelum ditangani lebih lanjut, selain
itu dilakukan bimbingan motivasi dan keterampilan yang tujuannya adalah bisa
mengurangi jumlah anak jalanan. Namun demikian upaya rehabilitatif yang
dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Serang belum berkorelasi positif dengan hasil yang
didapatkan jika
dibandingkan dengan jumlah anak
jalanan yang kian bertambah setiap tahunnya.
Terdapat berbagai faktor penyebab seorang anak
pada akhinya menjadi anak jalanan, diantaranya: kemiskinan, keretakan keluarga
(keluarga yang tidak harmonis), Orang tua tidak mampu memenuhi kebutuha8n
ekonomi keluarga, keinginan sendiri, akibat kekerasan keluarga, hingga kecenderungan
ingin hidup bebas.
Faktor penyebab tersebut tentu saja bukan tanpa
konsekuensi. Terdapat beberapa resiko yang dihadapi anak jalanan dengan
kehidupan jalanan, diantaranya: rawan mendapatkan pelecehan, berpotensi tidak
melanjutkan pendidikan, rawan kesehatan dikarenakan banyak menghirup polusi
udara, berpotensi menjadi pengkonsumsi minuman keras dan
narkoba, berpotensi melakukan tindak kekerasan dan kriminal.
Pemerintah Kota Serang, dalam Peraturan Daerah Nomor
2 Tahun 2010, Tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit
Masyarakat. Memasukan anak jalanan kedalam klasifikasi penyakit masyarakat
(Pasal 3), yaitu pada ayat (2) Penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud,
meliputi, poin (e) anak jalanan. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Serang
memiliki keseriusan dalam menangani anak jalanan, agar kembali pulih dan
terpenuhi hak-hak dasarnya.
Berdasarkan observasi awal
yang dilakukan, beberapa orang dari pengamen anak-anak itu terdaftar sebagai
siswa sekolah dasar namun mereka bekerja di jam-jam sekolah. Peneliti menemukan
pada beberapa kasus alasan anak-anak tersebut menjadi pengamen. Pertama bahwa
mereka bekerja di jalanan atas perintah orang tua yang menurutnya tidak bisa membiayai sekolah
mereka, dan yang kedua bahwa mereka terpengaruh teman-temannya yang mengamen di
jam-jam sekolah tanpa diketahui orangtua serta beberapa alasan lain.
Peneliti tertarik untuk
meneliti serta menganalisa faktor-faktor apa saja yang
melandasi kegiatan anak-anak dbawah umur di Kota Kerang sehingga leluasa menjalani profesi sebagai pengamen lampu
merah dengan judul penelitian
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Di Bawah Umur yang Menjalani Profesi
Sebagai Pengamen Lampu Merah Di Kota Serang – Banten dengan menggunakan kajian Analisis Instrumen Frank Stillwel.
RUMUSAN
MASALAH
1)
Apa yang
sebenarnya terjadi dalam fenomena ini?
2)
Apakah
fenomena ini menjadi komoditas ekonomi dalam bentuk eksploitasi anak-anak?
3)
Faktor apa
saja yang melatarbelakangi anak-anak di bawah umur menjalani profesi sebagai
pengamen lampu merah di Kota Serang
BATASAN
MASALAH
Adapun Batasan
masalah dalam penelitian ini diantaranya;
1)
Penelitian di lakukan di Lampu
Merah di Kota Serang yang digunakan mangkal oleh para pengamen dan anak
jalanan;
2)
Penelitian hanya meneliti
pengamen lampu merah di bawah umur (< 16 Tahun)
3)
Fenomena yang digarisbawahi
dalam hal ini adalah anak-anak usia sekolah yang berkeliaran di jam sekolah
tanpa perlindungan dan pengawasan dari orang tua.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Anak-anak
Menurut The Minimum Age
Convention Nomor 138 Tahun 1973, anak adalah seorang yang berusia 15 tahun
ke bawah. Sebaliknya dalam Convention on
the Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi penerintah
Indonesia melalui Keppres nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah
mereka yang berusia 18 tahun ke bawah.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
hak anak adalah bagian dari Hak Azasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi
dan dipenuhi oleh orang tua, masyarakat, pemerintah dan negara.
Pengertian Pengamen
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia dan kamus Online ditulis
sebagai “beg while singing playing
musical instruments or reciting players or be persisten. Pengamen atau
sering disebut pula sebagai penyanyi jalanan (street singers or buskers), sementara musik-musik yang dimainkan
umumnya disebut sebagai musik jalanan. Pengertian antara musik jalanan dengan
penyanyi jalanan secara terminologi tidaklah sederhana, karena musik jalananan dan penyanyi
jalanan masing-masing memiliki disiplin dan pengertian yang spesifik bahkan
dapat dikatakan suatu bentuk dari sebuah warna music yang berkembang di dunia
kesenian.
Pengamen adalah Nomina (kata
benda) penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak tetap tempat
pertunjukannya, biasanya mengadakan pertunjukan ditempat umum dengan
berpindah-pindah. Sementara lampu merah adalah lampu lalu lintas yang berwarra
merah, mengisyaratkan kendaraan tidak boleh jalan.
Dari berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa pengamen anak
yang beroperasi di lampu merah adalah anak-anak yang berumur kurang dari 16
tahun yang berprofesi sebagai pengamen yang melakukan kegiatannya di lampu
merah dimana saat kendaraan sedang berhenti.
Motif-Motif Pengamen Anak-anak
Berikut ini beberapa
situasi dan kondisi yang muncul dan didefinisikan sebagai faktor yang
meningkatkan resiko atau menyebabkan anak mengalami masalah-masalah tersebut:
·
Anak keluar atau ada di luar
layanan pendidikan karena tidak atau tidak mampu mengakses layanan pendidikan;
·
Kebutuhan biaya hidup anak yang
tidak terjangkau;
·
Pengaruh/ajakan teman untuk
melakukan hal beresiko;
·
Pengaruh dan dorongan gaya
hidup konsumtif;
·
Kurangnya upaya pendidikan
terstruktur mengenai keterampilan hidup yang terkait dengan pengembangan
kepribadian dan keterampilan sosial anak;
·
Kontak dengan jaringan pelaku
eksploitasi;
·
Lemahnya perhatian dari
orangtua;
·
Lemahnya pemahaman/kemampuan
orangtua/keluarga akan pengasuhan dan perlindungan anak, termasuk ketika anak
memiliki kebutuhan khusus;
·
Orangtua/pengasuh yang terpaksa
menjadikan anak sebagai kontributor penghasilan keluarga dikarenakan himpitan
ekonomi;
·
Lemahnya kepedulian antar warga
di lingkungan sekitar anak dan keluarga anak;
·
Terbatasnya pemahaman
masyarakat terhadap masalah pendidikan dan perlindungan anak dan situasi resiko
yang ada di sekitar anak;
·
Pemisahan anak secara tidak
perlu dari lingkungan pengasuhan keluarga;
·
Pemanfataan secara negatif
kemajuan dan kemudahan akses teknologi informasi;
·
Masih terdapatnya kelemahan
dalam sistem administrasi kependudukan sehingga usia anak dapat dimanipulasi;
·
Kurang efektifnya pengendalian
migrasi pencari kerja ke kota Serang;
·
Keterbatasan (hampir tidak ada)
ruang fisik/publik yang disediakan pemerintah di lingkungan tempat tinggal
untuk kegiatan anak di luar waktu sekolah;
·
Masih belum konsistennya
penegakan hukum terhadap kasus-kasus perlindungan anak;
·
Pendekatan yang belum
berperspektif hak asasi anak dalam penyelenggaraan sejumlah layanan
perlindungan anak, termasuk penyiapan fasilitas dan kualitas tenaga pelaksana
layanannya;
·
Tak adanya mekanisme pemantauan,
pelaporan, pencatatan, dan penanganan anak mulai dari tingkat masyarakat yang
secara konsisten diterapkan dan dapat dilakukan atau diakses masyarakat,
keluarga, dan anak;
·
Minimnya upaya deteksi dan
intervensi dini terhadap resiko kemunculan masalah perlindungan anak;
·
Terbatasnya jumlah keluarga
yang dapat dilayani atau mengakses layanan peningkatan kemampuan keluarga;
·
Kemiskinan keluarga dan
faktor-faktor yang terkait dengan terbatasnya pilihan atau tak tersedianya atau
tak memadainya sumber penghasilan keluarga;
Sekalipun belum
dilakukan pengujian secara akademis, hubungan sebab-akibat dan keterkaitan
antar faktor tersebut sesungguhnya telah dikenali pola umumnya untuk setiap
jenis masalah. Sehingga dapat dikatakan bahwa hampir semua kasus atau masalah
perlindungan anak terjadi secara sistemik, bukan secara insidental. Oleh karena
itu, penanganannya pun selayaknya dilakukan dengan pendekatan yang sistemik
pula.
Pihak-Pihak yang Terlibat
Berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian ini diantaranya;
a) Subjek Penelitian (pengamen usia anak-anak);
b) Dinas Sosial Kota Serang
c) Lembaga Perlindungan Anak Kota Serang
d) P2TP2A Kota Serang
e) Serta seluruh komponen yang konsen terhadap anak-anak.
METODE PENELITIAN
Metode, Lokasi
dan Sampel
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis sosial Frank
Stilwell.
Lokasi riset di 3 lampu merah di Kota Serang yang
digunakan sebagai lokasi mengamen.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak-anak dibawah umur
yang profesi sebagai pengamen lampu merah di kota serang. Pengambilan responden
dilakukan dengan teknik accidental
sampling, yaitu peneliti memilih pengamen lampu merah yang masih di bawah umur yang
dapat ditemui dan dimintai keterangan di lokasi dan waktu yang berbeda selama 6 bulan dengan intensitas
dan pembagian tugas satu minggu satu kali pada hari kerja dan satu hari pada
saat libur nasional. Ini dikarenakan pada oberservasi awal bahwa pada hari
libur ditemukan objek penelitian baru yang tidak ada pada saat hari kerja.
Kriteria yang di gunakan peneliti adalah pengamen yang berusia < 16 tahun.
HASIL YANG DICAPAI
Deskripsi Data
Responden
berdasarkan Usia
Dari data hasil
penelitian jumlah sample yang dapat ditemui dan dapat diwawancarai dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 5.1
Data responden berdasarkan Nama, Usia, Lokasi mangkal dan
Pendidikan
Kode
|
Usia (Thn)
|
Lokasi
|
Sekolah
|
Fa
|
16
|
Tentative
|
Tidak Sekolah
|
Na
|
6
|
Warjok
|
kelas 1 SD
|
Ha
|
8
|
Warjok
|
kelas 3 SD
|
Me
|
8
|
Warjok
|
kelas 3 SD
|
Fe
|
9
|
Warjok
|
kelas 4 SD
|
Zul
|
8
|
Warjok
|
kelas 3 SD
|
Put
|
11
|
Warjok
|
kelas 6 SD
|
Lip
|
8
|
Pisang Mas
|
Kelas 2 SD
|
Par
|
9
|
Pisang Mas
|
kelas 4 SD
|
Far
|
15
|
Pisang Mas
|
Tidak Sekolah
|
En
|
16
|
Warjok
|
Tidak Sekolah
|
Sumber : Data diolah
Dari tabel diatas
dapat dilihat bahwa jumlah responden yang dapat diwawancarai terdiri dari 11 orang.
Observasi
dilakukan pada jam-jam sibuk dan tenang. Antara pukul 14.00 – 21.00. Hal ini dikarenakan pada pagi hari, anak-anak
usia sekolah ini tidak bisa ditemukan. Berdasarkan hasil pantauan di lapangan,
bahwa mereka memang dianjurkan untuk beroperasi pada siang hari-malam (sumber
dari sampel “Fa”). Berikut disajikan deskripsi data;
q 1 orang
anak berusia 6 tahun, kelas 1 Sekolah Dasar
q 3 orang
anak berusia 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar
q 2 orang
anak berusia 9 tahun, kelas 4 Sekolah Dasar
q 1 orang
anak berusia 11 tahun, kelas 6 Sekolah Dasar
q 1 orang
anak berusia 15 tahun, Tidak Sekolah
q 2 orang
anak berusia 16 tahun, Tidak Sekolah
q > 16
Tahun tidak bersedia diwawacarai dengan alasan takut
Tabel 5.2
Data
responden berdasarkan Kategori Kelengkapan orang tua, Pekerjaan dan
Keterlibatan Orang Tua dalam peran mendidik;
Ortu
|
Pekerjaan
Orang Tua
|
Ortu
Tahu/Tidak
|
lengkap
|
Buruh
|
Tahu /
Boleh
|
lengkap
|
Tidak Tahu
|
Tahu /
Boleh
|
lengkap
|
Ped.
Keliling
|
Tahu /
Boleh
|
lengkap
|
Buruh
|
Tahu /
Boleh
|
lengkap
|
Buruh
|
Tahu /
Boleh
|
lengkap
|
Tidak Tahu
|
Tahu /
Boleh
|
lengkap
|
Buruh
|
Kadang-Kadang
|
lengkap
|
Buruh
|
Tahu /
Boleh
|
lengkap
|
Serabutan
|
Tahu /
Boleh
|
Ibu
|
Serabutan
|
Tahu /
Boleh
|
lengkap
|
Ojek
|
Tahu /
Boleh
|
Dari tabel diatas
dapat dilihat bahwa jumlah anak dengan orangtua lengkap terdiri dari 10 Orang atau
sekitar 90%. Sementara berdasarkan pekerjaannya, orang tua responden didominasi
oleh buruh sebanyak 5 orang, 1 orang pedagang keliling, 1 orang berprofesi
ojek, 2 orang pekerja serabutan dan 1 orang tidak tahu pekerjaan orang tuanya.
Untuk
kategori keterlibatan orangtua dan adalah 90% anak tidak dilarang oleh orangtua
dan orangtua mengetahui dan mengizinkan mereka mengamen.
Tabel 5.3
Data
responden berdasarkan “alasan mengamen dan dugaan pengorganisiran dan menjadi
objek komoditas ekonomi pihak lain”
Kode
Respoden
|
Alasan
|
Terorganisir
|
1
|
Bantu ORTU
|
YA
|
2
|
Jajan
|
Tidak
|
3
|
Jajan
|
Tidak
|
4
|
Jajan
|
Tidak
|
5
|
Jajan
|
Tidak
|
6
|
Jajan
|
Tidak
|
7
|
Jajan
|
Tidak
|
8
|
Ikut Teman
|
Tidak
|
9
|
Ikut Teman
|
Tidak
|
10
|
Bantu ORTU
|
YA
|
11
|
Bantu ORTU
|
no coment
|
Sumber data: Data diolah
Berdasarkan
alasan dan apakah operasi mereka diorganisir oleh salah satu kelompok atau
dengan kata lain di bekingi oleh seseorang.kelompok.
Dari tabel diatas
dapat dilihat 5 orang anak menjawab alasan mereka mengamen untuk
menambah uang jajan, rata-rata anak yang menjawab ini adalah antara usia 6-9
tahun.
Sementara
3 orang anak menjawab alasan mereka mengamen adalah untuk membantu orang tua.
Alasan ini dikemukakan oleh anak-anak usia >15 tahun.
Selanjutnya,
2 orang anak memberikan alasan bahwa mereka ikut-ikutan teman.
Mengenai
pertanyaan “apakah mereka diorganisir oleh salah satu kelompok atau tidak”,
sebanyak 9 orang anak menjawab “tidak”, 1 orang anak menjawab “Ya”, dan 1 orang
anak menjawab “tidak tahu”.
TEMUAN PENELITIAN
Temuan
penelitian berdasarkan wawancara dan observasi, diharapkan mampu menjawab
rumusan masalah yang telah dikemukakan. Adapun temuan penelitian diantaranya;
1.
Perilaku ini murni karena Tingkat Ekonomi keluarga dan
pembiaran yang dilakukan pemerintah daerah dan lingkungan;
2.
Meski tidak separah Jakarta yang sudah terorganisir (anak-anak
dijadikan komoditas untuk mendapatkan keuntungan), akan tetapi
ke-tidakterorgainisiran ini memiliki konsekuensi buruk dan berbahaya, dimana si
anak tidak terlindungi dari ancaman perbuatan hukum yang merugikan seperti; penculikan,
penjualan manusia, intimidasi dan pelecehan seksual;
3.
Faktor ekonomi menjadi penyebab utama anak-anak menjalani
profesi pengamen di lampu merah Kota Serang;
4.
Tidak ada kepedulian dari lingkungan untuk mengingatkan
bahwa mereka adalah anak-anak usia sekolah dan memiliki kewajiban untuk
sekolah, bukan mencari nafkah dengan mengabaikan pendidikan dan keselamatan.
KESIMPULAN
DAN SARAN
KESIMPULAN
1.
Sebanyak 72 % pengamen anak di lampu merah Kota Serang adalah siswa
sekolah dasar.
2.
Sebanyak 90 % pengamen anak di lampu merah Kota Serang memiliki orang tua
lengkap (ibu&Bapak), hanya 10% yang berstatus anak yatim (tanpa bapak).
3.
Sebanyak 90 % pengamen anak di lampu merah Kota Serang dalam melakukan
kegiatannya diketahui dan diizinkan oleh orang tua dan hanya 10% yang kadang
diizinkan dan kadang tidak
4.
Sebagian besar pelaku tinggal di Pusat Kota Serang dan dekat dengan
alun-alun Kota Serang;
5.
Sebanyak 54% pengamen anak di lampu merah Kota Serang melakukannya dengan
alasan untuk menambah uang jajan mereka. 27,27% untuk bantu orang tua, dan beralasan
karena ikut teman 9,09%
6.
72,72 % anak mengaku tidak terorganisir dan mereka melakukan kegiatan
tersebut dengan kehendak mereka sendiri. Perilaku ini murni karena Tingkat
Ekonomi keluarga dan pembiaran yang dilakukan pemerintah daerah dan lingkungan
7.
Meski tidak separah Jakarta yang sudah terorganisir, akan
tetapi ketidak-terorgainisiran ini memiliki konsekuensi buruk dan berbahaya,
dimana si anak tidak terlindungi dari ancaman perbuatan hukum yang merugikan yang
bisa datang dari orang-orang yang berniat jahat dan tidak bertanggungjawab,
seperti upaya penculikan, penjualan manusia, intimidasi dan pelecehan.
SARAN
Tidak ada
saran komprehensif yang dapat diberikan dalam penelitian ini, mengingat penelitian
ini bersifat informatif. Penelitian dengan metode ini hanya bersifat menggambarkan
fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, khususnya pengamen anak di
lampu merah di Kota Serang
DAFTAR PUSTAKA
Adisti,
Susi. 2007. Belenggu Hitam Pergaulan. Jakarta : Restu Agung.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
Dinas Tenaga Kerja Kota Serang
Huraerah,
Abu. 2006. Kekerasan Pada Anak. Bandung: Penerbit Nuansa Adisti.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi 4. 2008. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Optional
Protocol To The Convention on The Rights of The Child on The Sale Of children,
Child Prostitution And Child Pornography
Sugioyono, Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta 2007
The Minimum Age Convention Nomor 138 Tahun
1973
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Konvensi Hak Anak
Undang-Undang RI Nomor 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Wawancara dengan Unit PPA Polres Serang