Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Anak-Anak Di Bawah Umur Menjalani Profesi Sebagai Pengamen Lampu Merah Di Kota Serang

Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Anak Di Bawah Umur
Menjalani Profesi Pengamen Lampu Merah di Kota Serang

Ega Jalaludin
STIE BINA BANGSA


Abstrak

Pemerintah Kota Serang, dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010, Tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat memasukan anak jalanan kedalam klasifikasi penyakit masyarakat (Pasal 3), yaitu pada ayat (2) Penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud, meliputi, poin (e) anak jalanan. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Serang memiliki keseriusan dalam menangani anak jalanan, agar kembali pulih dan terpenuhi hak-hak dasarnya. Namun, ironisnya, masih terdapat anak-anak dibawah umur yang menjalani profesi sebagai pengamen di beberapa titik lampu merah di Kota Serang.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari tahu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak-anak di bawah umur memilih menjalani profesi sebagai pengamen lampu merah.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak-anak dibawah umur yang berprofesi pengamen lampu merah di Kota Serang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling, dimana peneliti memilih pengamen lampu merah yang masih di bawah umur yang dapat ditemui dan bersedia dimintai keterangan di lokasi dan waktu yang berbeda selama 5 bulan dengan intensitas dan pembagian tugas satu minggu satu kali pada hari kerja dan satu hari pada saat libur nasional.
Hasil penelitian, ditemukan sebanyak 72 % pengamen anak adalah siswa sekolah dasar, sisanya sebesar 28% tidak sekolah. Sebanyak 90 % anak memiliki orang tua lengkap (ibu & bapak), dan hanya 10% yang berstatus anak yatim (tanpa bapak). Sebanyak 90 % orang tua dari responden mengetahui dan mengizinkan anaknya untuk mengamen di Lampu Merah dan 10% yang kadang memerikan izin dan tidak. Sebagian besar pelaku tinggal di Pusat Kota Serang dan dekat dengan alun-alun kota. Dalam melakukan kegiatannya 54% anak mengemukakan alasannya karena untuk menambah uang jajan, 27,27% anak berasalan untuk membantu orang tua, dan sisanya 9,09% beralasan karena diajak teman. Sebesar 72,72 % mengaku merasa tidak merasa dimanfaatkan atau disuruh sekelompok orang, mereka melakukannya dengan sukarela dan kehendak sendiri. Perilaku ini dirasa murni karena tingkat ekonomi keluarga dan keberlangsungan mereka dikarenakan pembiaran yang dilakukan pemerintah daerah dan lingkungan.
Meski tidak separah Jakarta (anak-anak menjadi komoditas) yang sudah terorganisir untuk mendapatkan keuntungan, akan tetapi hal ini dapat memiliki konsekuensi buruk, dimana si anak tidak terlindungi dari ancaman perbuatan hukum pihak terteu yang merugikan yang datang dari luar, diantaranya penculikan, penjualan manusia, intimidasi dan pelecehan.

Keyword : pengamen anak, lampu merah, kota serang



 PENDAHULUAN

Sebagai salah satu kota termuda di Banten, Kota Serang terus berbenah menjadi kota berkembang. Sepanjang 2010 hingga 2016, perekonomian di kota ini terus meningkat. Pembangunan gedung-gedung pemerintah dan swasta terus bermunculan. Aktivitas ekonomi warga juga semakin beragam. Investor lokal, nasional dan internasional sudah mulai mempercayakan investasinya di kota ini, mulai dari Grup Matahari dengan Mall of Serang (MOS) nya, lalu investor ritel dari Korea, Lotte Mart, supermarket Giant, hingga yang terbaru restoran asal Amerika, Mc Donald membuka gerainya di kota ini.
Menurut data BPS Kota Serang, Kota Serang memiliki bidang penggerak ekonomi di sektor jasa pemerintahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor sekunder seperti gedung-gedung baik pemerintah maupun swasta. Sektor-sektor yang ada ini mampu meningkatkan angka laju pertumbuhan ekonomi terus tumbuh, hingga mencapai 7,87 persen. Namun di sisi lain pertumbuhan yang positif ini belum diimbangi oleh pembangunan sarana publik yang baik, perbaikan dan pelebaran jalan dalam kota yang masih sempit, berjalan lambat, baru beberapa perempatan yang telah dilebarkan oleh pemerintah daerah. Sementara badan jalan yang menjadi interkoneksi antar kawasan masih sempit. Hasilnya, macet di sejumlah titik. Pembangunan pedestarian atau trotoar jalan juga berjalan lambat, hanya beberapa titik jalan yang memiliki trotoar. Sebagian besar jalan, masih belum dilengkapi sarana bagi pejalan kaki. Kalaupun ada, sudah beralih-fungsi menjadi lapak pedagang kaki lima.
Tantangan lainnya, selain pembangunan di sektor infrastruktur dan suprastruktur, belum terlihat keseriusan pemerintah daerah dalam upaya pembangunan sektor sosial. Salah satunya ditandai dengan masih banyaknya pengamen-pengamen di titik-titik lampu merah sepanjang jalur kota, anak jalanan dan gelandangan (punk) yang makin hari makin bertambah, dan hampir setiap 500 meter ditemukan warga tunawisma di sepanjang jalan kota. Sehingga dalam upayanya, alih-alih meningkatkan kesejahteraan, kesenjangan dan ketidakadilan sosial yang terlihat.
Penduduk Kota Serang berjumlah 611.897 orang terdiri dari 314.049 laki-laki dan 297.848 perempuan. Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,6% setiap tahunnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Dampak yang dapat dilihat dari gerak ekonomi Kota Serang adalah dengan melihat IPM. Pada tahun 2013 IPM Kota Serang mencapai 73,12, dibentuk oleh indeks angka harapan hidup sebesar 69,42 tahun, angka melek huruf sebesar 96,92 %, dan usia rata-rata lama sekolah 8,58 tahun. Berikut IPM dalam Tabel;

Tabel 1.1
Indeks Pembangunan Manusia Kota Serang

Komponen IPM
2011
2012
2013
Indeks Angka Harapan Hidup
67,5
68,02
69,42
Indeks Pengetahuan/Pendidikan
82,4
83,68
83,98
Indeks Tingkat Daya Beli
64,5
65,21
65,97
IPM
71,45
72,30
73,12

Sebagai sebuah kota yang menjadi salah satu primadona baru di Provinsi Banten, Kota Serang memiliki laju pertumbuhan penduduk pada urutan ke-4 setelah Kota Tangerang Selatan, Tangerang, dan Kota Tangerang. Laju Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mendorong pertumbuhan permukiman, sedang kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kemampuan pengelola kota akan menentukan kualitas pemukiman yang terwujud. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan dan pengelolaan sebuah kawasan mengakibatkan tumbuhnya pemukiman kumuh.
Komisi Pelindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Provinsi Banten mengakui bahwa saat ini tingkat kekerasan terhadap anak di Banten terus meningkat. Ini merupakan gambaran sederhana bahwa hal tersebut juga terjadi di Kota Serang. Pentingnya Kebijakan Kota Layak Anak sebagai bagian dari keseriusan pemerintah daerah Kota Serang dalam menjaga terpenuhinya hak-hak anak.
Di sisi lain, berdasarkan sumber Dinas Sosial Kota Serang, Anak Jalanan merupakan salah satu jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan cenderung masuk ke lingkaran garis kemiskinan yang memerlukan penanganan cukup serius, mengingat dari tahun ketahun jumlahnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angka kemiskinan. 
Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh BPS Kota Serang, pada Tahun 2011 – 2013 trennya terlihat meningkat namun belum terlihat secara kongkrit tindakan dari pemerintah Kota Serang. Berikut disajikan Tabel Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Kota Serang Tahun 2011 - 2013:

Tabel 1.2
Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Kota Serang
Tahun
Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)
2011
37,44
6,25
213.617
2012
35,00
5,69
231,02
2013
36,70
5,92
236,036

Kecendrungan bertambahnya anak jalanan, berbanding lurus dengan kemajuan Kota Serang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Banten, dimana perkembangan pada aspek infrastruktur, perdagangan dan jasa kemudian seolah menstimulasi meningkatnya jumlah anak jalanan.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Serang adalah dengan menyediakan Rumah Singgah, yang baru sekedar menjadi tempat tinggal sementara anak jalanan sebelum ditangani lebih lanjut, selain itu dilakukan bimbingan motivasi dan keterampilan yang tujuannya adalah bisa mengurangi jumlah anak jalanan. Namun demikian upaya rehabilitatif yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Serang belum berkorelasi positif dengan hasil yang didapatkan jika dibandingkan dengan jumlah anak jalanan yang kian bertambah setiap tahunnya.
Terdapat berbagai faktor penyebab  seorang anak pada akhinya menjadi anak jalanan, diantaranya: kemiskinan, keretakan keluarga (keluarga yang tidak harmonis), Orang tua tidak mampu memenuhi kebutuha8n ekonomi keluarga, keinginan sendiri, akibat kekerasan keluarga, hingga kecenderungan ingin hidup bebas.
Faktor penyebab tersebut tentu saja bukan tanpa konsekuensi. Terdapat beberapa resiko yang dihadapi anak jalanan dengan kehidupan jalanan, diantaranya: rawan mendapatkan pelecehan, berpotensi tidak melanjutkan pendidikan, rawan kesehatan dikarenakan banyak menghirup polusi udara, berpotensi menjadi pengkonsumsi minuman keras dan narkoba, berpotensi melakukan tindak kekerasan dan kriminal.
Pemerintah Kota Serang, dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010, Tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat. Memasukan anak jalanan kedalam klasifikasi penyakit masyarakat (Pasal 3), yaitu pada ayat (2) Penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud, meliputi, poin (e) anak jalanan. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Serang memiliki keseriusan dalam menangani anak jalanan, agar kembali pulih dan terpenuhi hak-hak dasarnya.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan, beberapa orang dari pengamen anak-anak itu terdaftar sebagai siswa sekolah dasar namun mereka bekerja di jam-jam sekolah. Peneliti menemukan pada beberapa kasus alasan anak-anak tersebut menjadi pengamen. Pertama bahwa mereka bekerja di jalanan atas perintah orang tua yang menurutnya tidak bisa membiayai sekolah mereka, dan yang kedua bahwa mereka terpengaruh teman-temannya yang mengamen di jam-jam sekolah tanpa diketahui orangtua serta beberapa alasan lain.
Peneliti tertarik untuk meneliti serta menganalisa faktor-faktor apa saja yang melandasi kegiatan anak-anak dbawah umur di Kota Kerang sehingga leluasa menjalani profesi sebagai pengamen lampu merah dengan judul penelitian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Di Bawah Umur yang Menjalani Profesi Sebagai Pengamen Lampu Merah Di Kota Serang – Banten dengan menggunakan kajian Analisis Instrumen Frank Stillwel.

RUMUSAN MASALAH
1)        Apa yang sebenarnya terjadi dalam fenomena ini?
2)        Apakah fenomena ini menjadi komoditas ekonomi dalam bentuk eksploitasi anak-anak?
3)        Faktor apa saja yang melatarbelakangi anak-anak di bawah umur menjalani profesi sebagai pengamen lampu merah di Kota Serang

BATASAN MASALAH
Adapun Batasan masalah dalam penelitian ini diantaranya;
1)        Penelitian di lakukan di Lampu Merah di Kota Serang yang digunakan mangkal oleh para pengamen dan anak jalanan;
2)        Penelitian hanya meneliti pengamen lampu merah di bawah umur (< 16 Tahun)
3)        Fenomena yang digarisbawahi dalam hal ini adalah anak-anak usia sekolah yang berkeliaran di jam sekolah tanpa perlindungan dan pengawasan dari orang tua.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Anak-anak
Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 Tahun 1973, anak adalah seorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya dalam Convention on the Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi penerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hak anak adalah bagian dari Hak Azasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, masyarakat, pemerintah dan negara.

Pengertian Pengamen
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia dan kamus Online ditulis sebagai “beg while singing playing musical instruments or reciting players or be persisten. Pengamen atau sering disebut pula sebagai penyanyi jalanan (street singers or buskers), sementara musik-musik yang dimainkan umumnya disebut sebagai musik jalanan. Pengertian antara musik jalanan dengan penyanyi jalanan secara terminologi tidaklah sederhana, karena musik jalananan dan penyanyi jalanan masing-masing memiliki disiplin dan pengertian yang spesifik bahkan dapat dikatakan suatu bentuk dari sebuah warna music yang berkembang di dunia kesenian.
Pengamen adalah Nomina (kata benda) penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak tetap tempat pertunjukannya, biasanya mengadakan pertunjukan ditempat umum dengan berpindah-pindah. Sementara lampu merah adalah lampu lalu lintas yang berwarra merah, mengisyaratkan kendaraan tidak boleh jalan.
Dari berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa pengamen anak yang beroperasi di lampu merah adalah anak-anak yang berumur kurang dari 16 tahun yang berprofesi sebagai pengamen yang melakukan kegiatannya di lampu merah dimana saat kendaraan sedang berhenti.

Motif-Motif Pengamen Anak-anak
Berikut ini beberapa situasi dan kondisi yang muncul dan didefinisikan sebagai faktor yang meningkatkan resiko atau menyebabkan anak mengalami masalah-masalah tersebut:
·      Anak keluar atau ada di luar layanan pendidikan karena tidak atau tidak mampu mengakses layanan pendidikan;
·      Kebutuhan biaya hidup anak yang tidak terjangkau;
·      Pengaruh/ajakan teman untuk melakukan hal beresiko;
·      Pengaruh dan dorongan gaya hidup konsumtif;
·      Kurangnya upaya pendidikan terstruktur mengenai keterampilan hidup yang terkait dengan pengembangan kepribadian dan keterampilan sosial anak;
·      Kontak dengan jaringan pelaku eksploitasi;
·      Lemahnya perhatian dari orangtua;
·      Lemahnya pemahaman/kemampuan orangtua/keluarga akan pengasuhan dan perlindungan anak, termasuk ketika anak memiliki kebutuhan khusus;
·      Orangtua/pengasuh yang terpaksa menjadikan anak sebagai kontributor penghasilan keluarga dikarenakan himpitan ekonomi;
·      Lemahnya kepedulian antar warga di lingkungan sekitar anak dan keluarga anak;
·      Terbatasnya pemahaman masyarakat terhadap masalah pendidikan dan perlindungan anak dan situasi resiko yang ada di sekitar anak;
·      Pemisahan anak secara tidak perlu dari lingkungan pengasuhan keluarga;
·      Pemanfataan secara negatif kemajuan dan kemudahan akses teknologi informasi;
·      Masih terdapatnya kelemahan dalam sistem administrasi kependudukan sehingga usia anak dapat dimanipulasi;
·      Kurang efektifnya pengendalian migrasi pencari kerja ke kota Serang;
·      Keterbatasan (hampir tidak ada) ruang fisik/publik yang disediakan pemerintah di lingkungan tempat tinggal untuk kegiatan anak di luar waktu sekolah;
·      Masih belum konsistennya penegakan hukum terhadap kasus-kasus perlindungan anak;
·      Pendekatan yang belum berperspektif hak asasi anak dalam penyelenggaraan sejumlah layanan perlindungan anak, termasuk penyiapan fasilitas dan kualitas tenaga pelaksana layanannya;
·      Tak adanya mekanisme pemantauan, pelaporan, pencatatan, dan penanganan anak mulai dari tingkat masyarakat yang secara konsisten diterapkan dan dapat dilakukan atau diakses masyarakat, keluarga, dan anak;
·      Minimnya upaya deteksi dan intervensi dini terhadap resiko kemunculan masalah perlindungan anak;
·      Terbatasnya jumlah keluarga yang dapat dilayani atau mengakses layanan peningkatan kemampuan keluarga;
·      Kemiskinan keluarga dan faktor-faktor yang terkait dengan terbatasnya pilihan atau tak tersedianya atau tak memadainya sumber penghasilan keluarga;
Sekalipun belum dilakukan pengujian secara akademis, hubungan sebab-akibat dan keterkaitan antar faktor tersebut sesungguhnya telah dikenali pola umumnya untuk setiap jenis masalah. Sehingga dapat dikatakan bahwa hampir semua kasus atau masalah perlindungan anak terjadi secara sistemik, bukan secara insidental. Oleh karena itu, penanganannya pun selayaknya dilakukan dengan pendekatan yang sistemik pula.
       
Pihak-Pihak yang Terlibat
Berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian ini diantaranya;
a)      Subjek Penelitian (pengamen usia anak-anak);
b)      Dinas Sosial Kota Serang
c)      Lembaga Perlindungan Anak Kota Serang
d)      P2TP2A Kota Serang
e)      Serta seluruh komponen yang konsen terhadap anak-anak.

METODE PENELITIAN
Metode, Lokasi dan Sampel
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis sosial Frank Stilwell.
Lokasi riset di 3 lampu merah di Kota Serang yang digunakan sebagai lokasi mengamen.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak-anak dibawah umur yang profesi sebagai pengamen lampu merah di kota serang. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik accidental sampling, yaitu peneliti memilih pengamen lampu merah yang masih di bawah umur yang dapat ditemui dan dimintai keterangan di lokasi dan waktu yang berbeda selama 6 bulan dengan intensitas dan pembagian tugas satu minggu satu kali pada hari kerja dan satu hari pada saat libur nasional. Ini dikarenakan pada oberservasi awal bahwa pada hari libur ditemukan objek penelitian baru yang tidak ada pada saat hari kerja. Kriteria yang di gunakan peneliti adalah pengamen yang berusia < 16 tahun.

HASIL YANG DICAPAI
Deskripsi Data
Responden berdasarkan Usia

Dari data hasil penelitian jumlah sample yang dapat ditemui dan dapat diwawancarai dapat dilihat pada tabel berikut :




Tabel 5.1
Data responden berdasarkan Nama, Usia, Lokasi mangkal dan Pendidikan
Kode
Usia (Thn)
Lokasi
Sekolah
Fa
16
Tentative
Tidak Sekolah
Na
6
Warjok
kelas 1 SD
Ha
8
Warjok
kelas 3 SD
Me
8
Warjok
kelas 3 SD
Fe
9
Warjok
kelas 4 SD
Zul
8
Warjok
kelas 3 SD
Put
11
Warjok
kelas 6 SD
Lip
8
Pisang Mas
Kelas 2 SD
Par
9
Pisang Mas
kelas 4 SD
Far
15
Pisang Mas
Tidak Sekolah
En
16
Warjok
Tidak Sekolah
                Sumber : Data diolah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang dapat diwawancarai terdiri dari 11 orang.
Observasi dilakukan pada jam-jam sibuk dan tenang. Antara pukul 14.00 – 21.00.  Hal ini dikarenakan pada pagi hari, anak-anak usia sekolah ini tidak bisa ditemukan. Berdasarkan hasil pantauan di lapangan, bahwa mereka memang dianjurkan untuk beroperasi pada siang hari-malam (sumber dari sampel “Fa”). Berikut disajikan deskripsi data;

q  1 orang anak berusia 6 tahun, kelas 1 Sekolah Dasar
q  3 orang anak berusia 8 tahun, kelas 2 Sekolah Dasar
q  2 orang anak berusia 9 tahun, kelas 4 Sekolah Dasar
q  1 orang anak berusia 11 tahun, kelas 6 Sekolah Dasar
q  1 orang anak berusia 15 tahun, Tidak Sekolah
q  2 orang anak berusia 16 tahun, Tidak Sekolah
q  > 16 Tahun tidak bersedia diwawacarai dengan alasan takut





Tabel 5.2
Data responden berdasarkan Kategori Kelengkapan orang tua, Pekerjaan dan Keterlibatan Orang Tua dalam peran mendidik;

Ortu
Pekerjaan
Orang Tua
Ortu Tahu/Tidak
lengkap
Buruh
Tahu / Boleh
lengkap
Tidak Tahu
Tahu / Boleh
lengkap
Ped. Keliling
Tahu / Boleh
lengkap
Buruh
Tahu / Boleh
lengkap
Buruh
Tahu / Boleh
lengkap
Tidak Tahu
Tahu / Boleh
lengkap
Buruh
Kadang-Kadang
lengkap
Buruh
Tahu / Boleh
lengkap
Serabutan
Tahu / Boleh
Ibu
Serabutan
Tahu / Boleh
lengkap
Ojek
Tahu / Boleh

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah anak dengan orangtua lengkap terdiri dari 10 Orang atau sekitar 90%. Sementara berdasarkan pekerjaannya, orang tua responden didominasi oleh buruh sebanyak 5 orang, 1 orang pedagang keliling, 1 orang berprofesi ojek, 2 orang pekerja serabutan dan 1 orang tidak tahu pekerjaan orang tuanya.
Untuk kategori keterlibatan orangtua dan adalah 90% anak tidak dilarang oleh orangtua dan orangtua mengetahui dan mengizinkan mereka mengamen.

Tabel 5.3
Data responden berdasarkan “alasan mengamen dan dugaan pengorganisiran dan menjadi objek komoditas ekonomi pihak lain”
Kode Respoden
Alasan
Terorganisir
1
Bantu ORTU
YA
2
Jajan
Tidak
3
Jajan
Tidak
4
Jajan
Tidak
5
Jajan
Tidak
6
Jajan
Tidak
7
Jajan
Tidak
8
Ikut Teman
Tidak
9
Ikut Teman
Tidak
10
Bantu ORTU
YA
11
Bantu ORTU
no coment
Sumber data: Data diolah
Berdasarkan alasan dan apakah operasi mereka diorganisir oleh salah satu kelompok atau dengan kata lain di bekingi oleh seseorang.kelompok.
Dari tabel diatas dapat dilihat 5 orang anak menjawab alasan mereka mengamen untuk menambah uang jajan, rata-rata anak yang menjawab ini adalah antara usia 6-9 tahun.
Sementara 3 orang anak menjawab alasan mereka mengamen adalah untuk membantu orang tua. Alasan ini dikemukakan oleh anak-anak usia >15 tahun.
Selanjutnya, 2 orang anak memberikan alasan bahwa mereka ikut-ikutan teman.
Mengenai pertanyaan “apakah mereka diorganisir oleh salah satu kelompok atau tidak”, sebanyak 9 orang anak menjawab “tidak”, 1 orang anak menjawab “Ya”, dan 1 orang anak menjawab “tidak tahu”.

TEMUAN PENELITIAN 
Temuan penelitian berdasarkan wawancara dan observasi, diharapkan mampu menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan. Adapun temuan penelitian diantaranya;
1.    Perilaku ini murni karena Tingkat Ekonomi keluarga dan pembiaran yang dilakukan pemerintah daerah dan lingkungan;
2.    Meski tidak separah Jakarta yang sudah terorganisir (anak-anak dijadikan komoditas untuk mendapatkan keuntungan), akan tetapi ke-tidakterorgainisiran ini memiliki konsekuensi buruk dan berbahaya, dimana si anak tidak terlindungi dari ancaman perbuatan hukum yang merugikan seperti; penculikan, penjualan manusia, intimidasi dan pelecehan seksual;
3.    Faktor ekonomi menjadi penyebab utama anak-anak menjalani profesi pengamen di lampu merah Kota Serang;
4.    Tidak ada kepedulian dari lingkungan untuk mengingatkan bahwa mereka adalah anak-anak usia sekolah dan memiliki kewajiban untuk sekolah, bukan mencari nafkah dengan mengabaikan pendidikan dan keselamatan.
 

KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1.      Sebanyak 72 % pengamen anak di lampu merah Kota Serang adalah siswa sekolah dasar.
2.      Sebanyak 90 % pengamen anak di lampu merah Kota Serang memiliki orang tua lengkap (ibu&Bapak), hanya 10% yang berstatus anak yatim (tanpa bapak).
3.      Sebanyak 90 % pengamen anak di lampu merah Kota Serang dalam melakukan kegiatannya diketahui dan diizinkan oleh orang tua dan hanya 10% yang kadang diizinkan dan kadang tidak
4.      Sebagian besar pelaku tinggal di Pusat Kota Serang dan dekat dengan alun-alun Kota Serang;
5.      Sebanyak 54% pengamen anak di lampu merah Kota Serang melakukannya dengan alasan untuk menambah uang jajan mereka. 27,27% untuk bantu orang tua, dan beralasan karena ikut teman 9,09%
6.      72,72 % anak mengaku tidak terorganisir dan mereka melakukan kegiatan tersebut dengan kehendak mereka sendiri. Perilaku ini murni karena Tingkat Ekonomi keluarga dan pembiaran yang dilakukan pemerintah daerah dan lingkungan
7.      Meski tidak separah Jakarta yang sudah terorganisir, akan tetapi ketidak-terorgainisiran ini memiliki konsekuensi buruk dan berbahaya, dimana si anak tidak terlindungi dari ancaman perbuatan hukum yang merugikan yang bisa datang dari orang-orang yang berniat jahat dan tidak bertanggungjawab, seperti upaya penculikan, penjualan manusia, intimidasi dan pelecehan.

SARAN
Tidak ada saran komprehensif yang dapat diberikan dalam penelitian ini, mengingat penelitian ini bersifat informatif. Penelitian dengan metode ini hanya bersifat menggambarkan fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, khususnya pengamen anak di lampu merah di Kota Serang


 DAFTAR PUSTAKA
Adisti, Susi. 2007. Belenggu Hitam Pergaulan. Jakarta : Restu Agung.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
Dinas Tenaga Kerja Kota Serang
Huraerah, Abu.  2006. Kekerasan Pada Anak. Bandung: Penerbit Nuansa Adisti.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi 4. 2008. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Optional Protocol To The Convention on The Rights of The Child on The Sale Of children, Child Prostitution And Child Pornography
Sugioyono, Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta 2007
The Minimum Age Convention Nomor 138 Tahun 1973
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Konvensi Hak Anak
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Wawancara dengan Unit PPA Polres Serang



Postingan populer dari blog ini

Mengidentifikasi Faktor Internal dan Eksternal dengan Analisis SWOT pada Perusahaan Konveksi

PENGUSAHA dan KEWAJIBANNYA

SURAT BERHARGA